Minggu, 06 Februari 2011

Suplemen # 2 : KEMAMPUAN ADAPTASI SEBELUM PRESTASI

( 7 Suplemen di 11 Tahun PKPU ; Bersinergi & Mengabdi)

Tujuh bulan yang lalu
“Na, ada yang resign”, bener lho, nggak nyangka kan?”

Satu bulan yang lalu
“Na, ada yang resign lagi, kaget-kan?”

Dua pekan yang lalu
“Na, akan ada yang bakal resign, baru tahu kan?”

Setengah hari yang lalu
“Na, akan ada lagi yang resign, lucu kan?”

Hari terus bergerak. Sejarah baru pun tertoreh perlahan di setiap jengkal kehidupan. Orang datang dan pergi sesuai tujuan dan motivasi masing-masing. Ada yang bertahan, dan ada yang pergi. Ada yang suka, ada juga yang terpaksa. Hidup harus tetap dilanjutkan, walau sepahit apapun jalan yang harus dilalui. Masa depan bukanlah bertabur bunga mawar, beruntai harum melati. Masa depan adalah ladang sebenarnya dari apa yang kita tanam dan usahakan hari ini. Siapa menanam ia menabur, siapa bertahan dan sabar ia memetik indahnya masa depan.

Dalam konteks organisasi, sebenarnya semakin maju dan besar sebuah organisasi, maka semakin bias tujuan yang ingin dicapai. Muncul orang-orang yang datang dalam hiruk pikuk sebuah suasana pesta. Tak ada lagi jerih payah, tak ada lagi tapak-tapak kesusahan atas hari-hari yang dilewati. Yang ada, hanya kebesaran berkalung kebanggan dan kehormatan yang terlihat di hadapan. Peduli apa dengan segala macam cerita masa lalu yang penuh kesusahan. Hari ini adalah hari ini. Kenyataan yang menunjukan bahwa segalanya telah tersedia dan ada. Kenapa harus kembali bersusah-susah? Kenapa harus berpikir jauh ke depan?, yang ada mari kita jalani bersama. Kita sama-sama bicarakan hari ini saja, untuk apa menengok masa lalu segala.

Organisasi yang besar dan maju, takkan melupakan roda sejarah yang lalu. Ia bukan terbius sejarah, namun ia harus belajar dari sejarah. Tidak ada kemajuan hari ini bila tidak ada kemarin, tidak akan ada masa depan, bila hari ini telah hancur berantakan.

Orang-orang datang dan pergi adalah hal biasa. Bukan harus ditakuti apalagi di sesali. Orang-orang datang dan pergi juga bukanlah hal istimewa. Semuanya punya hak sama. Yang lama bisa pergi, yang baru apalagi. Yang punya sejarah bisa merasa susah ada di dalamnya, apalagi yang merasa punya masa depan yang cerah. Buat apa bergabung dengan sesuatu yang tak jelas, tak ada kombinasi menarik terlihat menyongsong masa depan, begitu pikir mereka yang baru datang dan tak tahan melihat perubahan yang terus terjadi. Daripada bertahan, mending mencari yang pasti dan aman. Jelas kerjanya dan pasti dapat pensiun di hari tua, hari yang dijalani dengan tingkat keamanan yang pasti.

Di sinilah peranan adaptasi teruji. Bukan lama atau sebentar seseorang harus ada dalam lembaga. Tapi bagaimana ia mampu menyumbangkan karya terbaiknya, walau setengah hari. Yang lama atau baru hanyalah masalah waktu. Di dalam urusan ikhtiar dan karya amal nyata, bukan banyak atau sedikit yang akan menemani kita di alam kubur nanti, namun dari kualitas dan kesinambungan-lah amal itu akan dirasakan.

Orang-orang datang dan pergi, bukan tabu. Apalagi harus malu. Mereka semua, termasuk kita, punya hak untuk juga datang dan pergi. Lembaga bukan milik pribadi, bukan pula warisan dari kakek dan nenek kita semua. Lembaga apapun, asal ia berkontribusi bagi umat dan bangsa, sesungguhnya ia milik masa depan. Umat berhak memiliki lembaga ini, ada atau tidak ada kita di dalamnya.
Bersinergi berarti menyediakan diri dalam sejumlah perbedaan yang dileburkan. Bukan menuju satu bentuk, tapi justeru merekatkan dan memfasilitasi agar menjadi satu arah dan tujuan. Bukankah kesediaan kita di lembaga adalah untuk bersatu dalam langkah?

Kesediaan bersinergi berarti kesediaan untuk menyesuaikan dengan gerak dan dinamika internal maupun eksternal organisasi. Ada pengurangan harapan, ada pacuan dan arahan agar kita mengubah sebuah titik dan spektrum yang dimiliki. Semuanya bukan dalam rangka mematahkan, apalagi mengalahkan. Sinergi ada pada kesatuan, bukan pada kehebatan personal. Sinergi ada pada kesediaan adaptasi sekaligus berbagi. Dalam adaptasi, kita bukan saja harus banyak bergerak dan beraksi, saat yang sama kita juga harus mampu mendengar dengan peka. Tanpa pretensi dan tanpa praduga. Dengan mengasah kepekaan, akan muncul kesadaran utuh untuk memahami diri dan lingkungan organisasi. Dengan mendengar, kita menyerap sejumlah energi yang beredar di lingkaran demi lingkaran yang terjadi.

Dengan begitu, adaptasi bukan semata berorientasi pada kemampuan dan kapasitas diri. Adaptasi justeru melatih kita untuk dengan santun merasa satu bagian diri. Yang satu merendah, yang lain harus mengalah. Yang satu butuh bantuan, yang lain membuka diri. Itulah indahnya sinergi. Ada kesadaran yang utuh bahwa tanpa kebersamaan, siapapun bukanlah apa-apa. Hingga tak perlu ancaman beredar dalam lingkaran-lingkaran aturan yang dipertontonkan. Hingga tak perlu memamerkan kehebatan di lingkungan dimana orang menghargai esensi daripada hal-hal yang sifatnya basa-basi.

Adaptasi dalam kerangka sinergi ujungnya akan mengantarkan kita pada kesanggupan melihat masalah di hadapan, tanpa takut tanpa khawatir menemukan kegagalan. Adaptasi dalam sinergi juga, akan mendorong lahirnya prestasi yang sejati. Bukan sekedar artfisial dan normatif, namun sebuah prestasi yang terbangun dari kebersamaan yang dilandasi dengan kebersahajaan. Prestasi seperti ini, akan jauh lebih indah daripada prestasi tinggi namun menyisakan konflik dan barisan sakit hati. Prestasi yang lahir dari kebersahajaan akan mengantarkan kita semua melintasi kesulitan demi kesulitan yang terbentang di hadapan. Prestasi yang diukir dari semangat kebersamaan adalah prestasi yang membanggakan para pelaku dan yang melihatnya, siapapun itu. Bukankah manusia pada dasarnya makhluk sosial, ia akan merasakan sentuhan yang amat dalam begitu dirinya ternyata bergabung dengan orang-orang yang mendorong siapapun untuk meraih prestasi secara bersama. Ia bukan saja akan bangga karena dianggap dirinya berharga, lebih dari sekedar itu, ia kini menjadi haus untuk menciptakan amal-amal terbaik lain dalam menghias dirinya. Mudah-mudahan dengan kekuatan adaptasi dibalut dengan kebersamaan dalam sinergi mampu terus melahirkan karya monumental yang bukan artfisial. Sebuah karya terbaik, yang di dalamnya penuh energi dan semangat mengabdi.

Semoga.

Condet Menjelang Tengah Malam, pasca mencicipi sebuah kelas Gym singkat.
Senin, 10 Januari 2011.

Nana Sudiana

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar