Kamis, 24 Februari 2011

MEMPERTAHANKAN HARAPAN

Harapan bukan segalanya dalam sebuah perjalanan, tapi tanpa harapan perjalanan panjang hanyalah akan menciptakan kelelahan dan kebosanan.  Harapan laksana seberkas cahaya, walau kecil ia mampu memberikan warna berbeda terhadap sebuah suasana. Dengan cahaya yang ada, tergambar jelas mana bayang-bayang dan mana sebuah benda yang nyata ada. Dengan cahaya pula tergambar jelas mana kegelapan yang memerangkap sudut pandang dan mana jalan yang bisa dilalui dengan aman.

Dalam kafilah besar sebuah perjalanan, harapan adalah energi kekuatan di samping perbekalan yang dibawa untuk menemani perjalanan dan memenuhi segenap keperluan. Harapan ini akan berguna manakala perjalanan semakin mendaki karena medan yang terbentang mengantarkan pada sebuah lansekap menuju puncak ketinggian. Harapan menjadi penawar kegamangan manakala menuju puncak perjalanan. Perjalanan mendaki semakin tidak mudah dan menyenangkan. Pemandangan yang indah atas bentang alam yang demikian luas terhampar kadang tak terasakan indah lagi di kedua pelupuk mata. Kehijauan pepohonan dan birunya langit yang benderang, kadang tak mampu tertangkap dengan tenang dan menjadi peredam ketegangan.  

Semakin ke atas, perjalanan terus meningkat kesulitannya. Tekanan udara yang semakin kuat, kandungan oksigen yang perlahan berkurang serta kabut tebal yang menutupi pandangan perlahan datang mengiringi perjalanan. Belum lagi kecuraman yang dilalui, semakin lama, ternyata semakin ekstrem. Dan tentu saja, saat yang hampir  bersamaan kaki semakin berat untuk dilangkahkan dan beban dipunggung-pun seakan berlipat-lipat beratnya. Rasa dingin yang menyejukan pada awalnya sedikit demi sedikit menjadi ancaman sebenarnya, menekan perasaan hingga kesadaran yang dimiliki. Tak jarang ada yang bahkan tak kuat lagi dikepung rasa dingin, kesadaran bisa hilang dan kontrol tubuh tak bisa lagi dimiliki (hypothermia). Perbekalan dengan sendirinya terus berkurang di sepanjang perjalanan, semakin tinggi kebutuhan terhadap makanan ternyata semakin sedikit bekal yang ada. Rasa sesal tadi terlalu bernafsu menghabiskan bekal tiada berguna ketika itu. Yang ada hanyalah pikiran keputus-asaan yang mulai datang menggoda untuk merebut porsi harapan yang tersisa. 

Kafilah besar yang sedang menuju puncak ketinggian amat rawan perpecahan. Apalagi bila ada jarak yang terentang diantara peserta pendakian. Bagian demi bagian dalam perjalanan yang panjang disadari atau tidak, secara alamiah akan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kafilah. Pengelompokan ini, selain karena kedekatan tempat asal, bisa juga karena kesamaan kultur, kepentingan serta adanya kebutuhan yang sama. Seiring waktu, sejumlah perbedaan tersingkap dan terlihat semakin nyata. Yang tadinya beda persepsi dan sudut pandang bisa saja meningkat menjadi perbedaan pilihan strategi dan taktik yang dijalankan. Yang tadinya perbedaan karena masalah cara, bisa pula berubah karena kepentingan dan kebutuhannya yang merasa terusik dan dilanggar. Semakin rumit perbedaan, semakin terbuka perpecahan. 

Dalam kafilah perjalanan yang besar, biasanya terbagi dalam sejumlah bagian-bagian. Bagian terkecil adalah mereka yang di depan, berikutnya adalah mereka yang ada di tengah dan terakhir, dengan jumlah paling besar, justeru berada di bagian akhir dari deretan kafilah yang berjalan. Masing-masing bagian ini memang memiliki warna dan karakter tersendiri. Dan sengaja tidak sengaja, ada sejumlah pemimpin yang akan lahir dari setiap kelompok ini. Pemimpin-pemimpin ini sendiri ada yang memang diangkat pemimpin kafilah atau terbentuk secara alamiah di tengah-tengah perjalanan yang panjang. Yang susah justeru ketika para pemimpin alamiah ini yang lahir lebih banyak dan juga lebih menentukan dibanding  dengan yang sengaja dipilih dan diputuskan kafilah perjalanan. 

Kelompok orang-orang yang di depan adalah kelompok dengan jumlah paling sedikit. Mereka orang-orang pilihan dari sejumlah latar belakang. Biasanya mereka orang yang bergegas berjalan menerabas medan yang sulit, bahkan terjal. Mereka bukan saja harus terus maju ke depan, bahkan lebih dari itu mereka punya tugas memastikan jalan yang ditempuh benar dan aman. Benar artinya yakin jalan yang akan dilalui akan mengantarkan ke puncak ketinggian dan mengantarkan pada tujuan awal perjalanan yang dilakukan, sedangkan aman bermakna bisa dilalui dengan selamat hingga akhir perjalanan.

Orang-orang di depan bukan saja harus lebih banyak berkeringat, karena beban perjalanan dan tuntutan akan pastinya jalan yang akan di lalui. Mereka juga dengan sadar harus merelakan tubuhnya terluka hingga berdarah-darah terkena duri-duri pepohonan, pucuk-pucuk tajam ilalang hingga tergores batu-batu yang terjal disepanjang perjalanan. Mereka pun adalah orang-orang yang harus memiliki tenaga ekstra, karena mereka bukan hanya maju ke depan semata, mereka adalah pembuka jalan yang harus menerabas segala rintangan dan penghalang yang menutupi jalan. Tangan mereka tak hanya memegang perbekalan makanan dan minuman. Mereka-lah yang membawa parang dan sejumlah benda-benda  tajam untuk memberikan kepastian jejak perjalanan dan ketersediaan ruang yang cukup untuk bisa dilalui oleh orang-orang setelahnya.  Bagi orang-orang yang ada di barisan depan, masa depan bukan semata ia pikirkan untuk dirinya, melainkan juga untuk keseluruhan kafilah-nya yang akan terus secara bergelombang memasuki dan menapaki jalan-jalan baru yang senantiasa harus di buka dan dibuat. Sekali jalan ini terhenti atau buntu, maka tentu saja dampaknya bukan hanya orang-orang terdepan tak layak dipercaya, mereka juga akan dicatat sejarah sebagai orang-orang yang kalah.

Setelah orang-orang di depan, terdapat mereka yang ada di tengah kafilah. Mereka berada pada posisi  yang jauh lebih nyaman, tak terlalu mengalami kesusahan dan tak perlu berdarah terlalu banyak. Mereka dengan mudah melangkah, menghindari duri-duri dan ilalang, yang malah sebagiannya telah aman terpangkas. Mereka juga dengan leluasa menghindari genangan darah karena luka terbuka yang mungkin terjadi pada pendahulu mereka. Mereka tak melihat bahaya-bahaya yang mengancam dan datang mengganggu kafilah perjalanan. Mereka lebih banyak melihat punggung, kaki yang melangkah serta bagian belakang para pendahulu mereka. Karena yang terlihat bagian belakang, kadang mereka tak melihat luka-luka yang ada, atau darah yang merembes menembus pori-pori yang tersayat. Mereka maksimal hanya melihat lelehan keringat yang muncul di leher bagian belakang. 

Mereka terkondisikan terlindungi, sehingga tak memahami dengan baik apa sebenarnya yang terjadi di bagian depan kafilah yang berjalan. Yang sangat ironis, ketika terbentang jarak antara kelompok depan dengan bagian tengah kafilah. Semakin jauh jaraknya, bisa beresiko memunculkan sejumlah persepsi dan pemahaman yang berbeda. Bisa saja bagian tengah ini malah berbeda cara pandang. Ketika bagian kafilah depan suatu saat menghibur diri dengan sejumlah aktivitas untuk melepas kepenatan sambil mengatur ulang strategi yang dijalankan, justeru dipahami oleh yang ada di lini tengah sebagai sebuah selebrasi kemenangan. Mereka dengan tak memahami substansinya, bisa saja mengadakan sesuatu yang justeru bertolak belakang dengan apa yang terjadi di depan. Bisa saja jeda yang terjadi dianggap telah tercapainya tujuan perjalanan yang dilakukan. 

Kondisi berikutnya, justeru lain lagi. Mereka yang ada di lini belakang semakin rawan tertinggal atau memutuskan ikatan dengan kafilah yang terus berjalan. Karena ruang terbuka di belakang jauh lebih luas dan terbentang, maka orang-orang belakang lebih suka memalingkan muka menatap belakang dibanding hanya melihat punggung, kaki dan bagian belakang mereka yang ada di lini tengah. Mereka sudah tidak merasakan semangat yang kuat sebagaimana lini depan, pun mereka tak lagi melihat keringat yang membasahi punggung dan leher orang-orang yang ada di depannya. Karena memang lini tengah jauh lebih aman dan tak terlalu menguras tenaga, maka keringatpun hanya seadanya dan tak sedramatis mereka yang di depan. 

Bagi mereka yang banyak menyesaki barisan belakang, demikian besar godaanya. Satu sisi mereka merasa tak mungkin menyusul ke depan dan berperan laksana pahlawan. Sisi yang lain mereka menyadari mereka hanyalah pewaris, yang hanya meneruskan apa yang telah dilakukan. Menjadi pengikut bagi sebagian orang terkesan tak memberi kebanggaan dan kekuatan berprestasi. Maka wajar, di barisan belakang ini, bukan lagi satu atau dua orang yang tergoda, bisa saja jumlahnya jauh lebih besar dari itu. Dengan usia bergabung yang masih sangat sebentar, produktivitas dan kesempatan yang terbuka lebar, mereka menemukan banyak peluang pada sejumlah kafilah lain yang berada di bagian belakang mereka. Terbayang di sejumla benak mereka : “andai bisa berada di posisi depan, tentu bisa berbuat lebih banyak bagi masa depan”.

Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqarah(2):155). 

Batuampar sesaat sebelum fajar, 25 Februari 2011

Nana Sudiana

Nb : Untuk para pemimpin kami, tetaplah tegar dalam kesabaran.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar