Selasa, 01 Maret 2011

Hati-Hati dengan Ketidakpuasan Yang Kita Miliki

Dalam perjalanan kehidupan, tidak semua hari-hari yang kita jalani terasa indah. Dari sejumlah kejadian atau peristiwa, tentu saja ada juga yang tidak memuaskan. Dan perasaan ini wajar terjadi, mengingat tidak semua keinginan dan harapan yang dimiliki bisa terealisasi.

Perasaan ketidakpuasan adalah sebuah pisau bermata dua. Bila dikelola secara positif, ia akan mengarahkan pada perubahan yang luar biasa. Menciptakan energi positif untuk bisa berubah lebih baik dan terus lebih baik. Dengan perasaan ketidakpuasan yang dikelola dengan baik, akan juga melahirkan inovasi-inovasi baru yang muncul dari keinginan untuk bisa lebih puas dan sekaligus membuktikan eksistensi diri.

Namun, perasaan ketidakpuasan juga ternyata dapat berbahaya bagi jiwa. Ia akan menggerogoti keyakinan, optimisme dan harapan akan perubahan. Ketidakpuasan juga akan merembet pada pudarnya kerjasama tim dan soliditas di sebuah sistem. Secara personal, ketidakpuasan yang terus dipelihara secara berlebih akan mengarah pada mencari kesalahan pada orang lain (kambing hitam) dan melupakan evaluasi diri secara obyektif. Dengan tumbuhnya ketidakpuasan, secara organik bangunan ketegaran dan kekuatan melangkah ke masa depan semakin hari akan semakin merapuh. Jiwa mereka yang selalu tidak puas sulit untuk bisa berfokus pada tujuan dan target yang dicanangkan.

Ketidakpuasan ini pula yang jika kita biarkan akan menjadi jendela masuknya bisikan-bisikan logika anarki yang muncul. Baik secara personal maupun dalam sebuah sistem. Orang yang tidak puas bisa secara personal menunjukan disobidient (pembangkangan) terhadap aturan yang ada, dan akan lebih parah jika ia kemudian melakukan provokasi dan mendelegitimasi sistem yang sedang dibangun.

Terkait dengan hal itu, ada cerita yang sangat menarik yang ada dalam buku R Ian Seymour yang berjudul "Temukan Potensi Sejati Anda". Cerita itu hanya 2 paragraf saja, dan posisinya bisa ditemukan dalam bab 9 yang bertema "Waspadalah Terhadap Nyanyian Ketidakpuasan".

***

Dahulu kala ada seorang raja tua bijaksana yang khawatir dengan kegelisahan dan ketidakpuasan rakyatnya. Mereka selalu merintih dan mengeluhkan sesuatu. Sepertinya setiap orang memiliki sebuah masalah yang harus dipikul, dan ketidakpuasan pun mulai menguasai mereka. Raja tua bijaksana ini memutuskan sudah tiba waktunya untuk meletakan perspektif yang benar terhadap masalah ini, jadi ia mengundang rakyatnya untuk berkumpul bersamanya sehingga mereka dapat menyuarakan semua masalah, kesulitan dan keluhan mereka.

Nah, semua orang datang berkumpul dari segala penjuru dan membentuk satu kerumunan besar untuk menghadap raja. Kemudian, satu demi satu, mereka mulai menceritakan kesengsaraan mereka. Setiap orang mengeluhkan ketidakadilan, perlakuan buruk, atau berbagai masalah dengan tetangga, pekerjaan maupun keluarga masing-masing. Mereka semua mengeluhkan keadaan ataupun situasi mereka yang tidak beruntung. Ketika pada akhirnya orang terakhir selesai berbicara, raja bijaksana tersebut berdiri dan memberikan nasihatnya. Ia menyarankan agar setiap orang menukar masalahnya dengan salah seorang dari tetangganya. Kesunyian menerpa pertemuan tersebut seiring dengan setiap orang merenungkan nasihat sang raja. Kemudian suatu hal yang sangat aneh terjadi. Satu per satu orang mulai membalikan badan dan pergi, tidak lagi merasa tidak puas. Hal ini terjadi karena ketika mereka ditawari sebuah kesempatan untuk menukar posisi dengan orang lain, mereka memutuskan untuk menyimpan masalah mereka sendiri dan menghadapinya, bukan menukar masalah mereka dengan masalah baru yang tidak di kenal.

***

Nana Sudiana

Minggu, 27 Februari 2011

Marketing 3.0 dan Lembaga Kemanusiaan

Seiring perubahan yang terjadi di segala bidang kehidupan, dunia marketing-pun tak lepas dari peruahan ini. Era marketing yang mengedepankan profit semata secara perlahan berubah. Era marketing dengan orientasi profit juga disebut dengan era marketing 1.0 (baca : one point “o”). Dan perubahan model Marketing 1.0 ke marketing selanjutnya disebut dengan Marketing 2.0. Di mana era Marketing 2.0 ini mengubah dari product centric ke customer-centric era. Dan sekarang kita melihat bahwa marketing telah mentransformasi diri ke dalam human-centric era. Perubahan kea rah nilai-nilai yang lebih humanis inilah yang dinamai dengan Marketing 3.0. Dalam model marketing ini di sana nilai-nilai dilekatkan pada misi dan visi perusahaan. Perusahaan dan para pemasar dalam konsep marketing ini juga didorong menginkorporasikan visi yang lebih manusiawi dalam memilih tujuan-tujuan mereka. Salah satu prinsip Marketing 3.0 dalam bisnis adalah adanya keberlanjutan (sustainability).

Perkembangan Marketing
Dalam sejumlah buku dan artikel tentang marketing terkini, khususnya tentang marketing era baru, yakni era 3.0, dijelaskan bagaimana sejarah marketing bergulir. Marketing 1.0 adalah marketing yang berfokus pada produk atau dengan istilah lain disebut “Product-Centric Era”. Di mana kegiatan marketing diarahkan sesuai dengan kemauan produsen. Di sini, konsumen sedikit diabaikan dan yang penting adalah bagaimana produsen membuat produk yang bagus dan laku dipasaran. 

Setelah berakhir era marketing 1.0, segera kita mengenal Marketing 2.0. Era marketing ini adalah marketing yang berfokus pada pelanggan, dengan istilah lain disebut “Customer-Centric Era”. Lebih maju dari marketing 1.0, di sini kegiatan marketing diarahkan sesuai dengan kemauan pelanggan. Selain produk yang bagus juga memperhatikan aspek keinginan pasar yang ada.

Dan perkembangan yang terkini adalah Marketing 3.0 yaitu marketing yang berfokus pada kemanusiaan, dan disebut dengan “Human-Centric Era”. Kegiatan marketing produk bukan yang utama lagi, karena disini pelaku bisnis justru lebih menonjol aktifitas kemanusiaannya, dengan berbagai kegiatan sosial maupun pelestarian lingkungan hidup.

Dalam marketing 3.0 ini, ada tiga kekuatan yang ada di dalamnya, yaitu : Digitalization, Globalization dan Futurization. Digitalization, saat ini kita hidup dalam era teknologi digital yang tak terbatas. Banyak hal saat ini yang dijalankan secara digital dan hanya dengan memencet satu atau beberapa tombol tertentu. Satu tombol ”klik” saja, kita bias jadi telah melakukan sebuah perubahan yang signifikan.  Dengan munculnya fenomena ”blog” juga, orang dengan bebas dan penuh ekspresi menulis dan mengkomunikasikan apa saja yang menjadi isi kepalanya. Termasuk di dalam dunia maya ini, sejumlah upaya transaksi dan jual beli bisa dilakukan. Faktanya, ada sekitar 1.2 juta posting blog disetiap harinya atau 50 ribu blog terupdate tiap jamnya. 

Yang kedua adalah globalization, kalau jaman dulu globalisasi identik dengan anggapan dunia yang kecil “Smaller World” di mana kita bisa tahu apapun yang terjadi di belahan bumi lain dengan akses informasi yang begitu terbuka. Maka saat ini globalisasi lebih diartikan sebagai “Flat World” dengan anggapan bahwa setiap individu dengan satu PC, sehingga setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi leader. Faktor yang jelas yang mempengaruhi globalisasi model baru ini adalah “social culture” dan “political legal”.  Yang ketiga adalah Futurization, untuk saat ini di samping menjadi “yang berbeda” juga diperlukan kreatifitas yang tinggi. Market, sebagai sasaran dalam bisnis sudah begitu cerdas untuk bisa menilai produk yang kita buat.

Dalam konsep Marketing 3.0 menurut Hermawan Kertajaya, ada 10 kredo yang seharusnya dilakukan marketer agar mereknya bisa berkelanjutan di era New Wave, era serba transparan dan horisontal ini. Ke-10 kredo itu adalah :
  1. Cintai pelanggan dan hormati pesaing
  2. Tanggaplah pada perubahan dan siaplah untuk berubah
  3. Jaga reputasi dan pastikan siapa diri anda sebenarnya
  4. Pelanggan sanagt beragam, sasarlah pelanggan yang mendapatkan manfaat paling banyak
  5. Selalu tawarkan paket yang bagus dengan harga wajar
  6. Pastikan bahwa anda selalu ada untuk pelanggan dan sebarkan berita baik
  7. Raih pelanggan, pertahankan dan kembangkan mereka
  8.  Apapun bisnisnya, akan selalu menjadi bisnis pelayanan
  9. Selalu sempurnakan kualitas, harga dan deliver
  10. Kumpulkan informasi yang relevan dan gunakan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan
Keuntungan Lembaga Kemanusiaan
Bagi lembaga kemanusiaan, atau organisasi sosial kemanusiaan, perkembangan marketing seperti saat ini yang menjadi trend marketing 3.0, jelas sangat teruntungkan. Dengan semakin kuatnya dorongan kepedulian perusahaan-perusahaan serta korporasi jelas menambah terbukanya peluang kerjasama dengan mereka. Lembaga kemanusiaan juga semakin berperan penting, mengingat core aktivitas perusahaan sendiri rata-rata bukan di dunia social kemanusiaan. Perusahaan yang ada umumnya akan tetap focus pada bisnis mereka masing-masing dan dalam implementasi social kemanusiaan perusahaan dengan sendirinya akan menggandeng sejumlah lembaga yang memang core aktivitasnya di sana.

Selain itu, dengan pengalaman dan legal formal yang dimiliki, lembag kemanusiaan yang ada dengan sendirinya akan lebih mudah dan tentu saja bisa focus dalam menangani sejumlah urusan social yang menjadi bagian dari kepedulian perusahaan. Kini secara umum permasalahan kepedulian perusahaan dituangkan dalam wujud CSR (corporate social responsibility) yang tidak lain merupakan implementasi model marketing 3.0. 

Dengan perkembangan ini, sinergi corporate dengan lembaga kemanusiaan dipastikan akan semakin meningkat dan tentu saja secara kapasitas masyarakat yang dibantu-pun dengan sendirinya bertambah jumlah maupun kualitasny. Tinggal bagaimana selanjutnya sinergi ini mampu melahirkan program-program yang semakin tajam dan berkualitas dalam mendorong usaha-usaha perbaikan kualitas hidup masyarakat, terutama mereka yang secara ekonomi berada dibawah garis kemiskinan. Program-program yang digulirkan juga sebaiknya selain mengandung unsure pemberdayaan, saat yang sama pula harus memiliki konsep sustainability. Artinya program-program sinergi yang ada bukan justeru lebih banyak untuk charity, melainkan bersifat empowerment. Semoga.       

Kamis, 24 Februari 2011

MEMPERTAHANKAN HARAPAN

Harapan bukan segalanya dalam sebuah perjalanan, tapi tanpa harapan perjalanan panjang hanyalah akan menciptakan kelelahan dan kebosanan.  Harapan laksana seberkas cahaya, walau kecil ia mampu memberikan warna berbeda terhadap sebuah suasana. Dengan cahaya yang ada, tergambar jelas mana bayang-bayang dan mana sebuah benda yang nyata ada. Dengan cahaya pula tergambar jelas mana kegelapan yang memerangkap sudut pandang dan mana jalan yang bisa dilalui dengan aman.

Dalam kafilah besar sebuah perjalanan, harapan adalah energi kekuatan di samping perbekalan yang dibawa untuk menemani perjalanan dan memenuhi segenap keperluan. Harapan ini akan berguna manakala perjalanan semakin mendaki karena medan yang terbentang mengantarkan pada sebuah lansekap menuju puncak ketinggian. Harapan menjadi penawar kegamangan manakala menuju puncak perjalanan. Perjalanan mendaki semakin tidak mudah dan menyenangkan. Pemandangan yang indah atas bentang alam yang demikian luas terhampar kadang tak terasakan indah lagi di kedua pelupuk mata. Kehijauan pepohonan dan birunya langit yang benderang, kadang tak mampu tertangkap dengan tenang dan menjadi peredam ketegangan.  

Semakin ke atas, perjalanan terus meningkat kesulitannya. Tekanan udara yang semakin kuat, kandungan oksigen yang perlahan berkurang serta kabut tebal yang menutupi pandangan perlahan datang mengiringi perjalanan. Belum lagi kecuraman yang dilalui, semakin lama, ternyata semakin ekstrem. Dan tentu saja, saat yang hampir  bersamaan kaki semakin berat untuk dilangkahkan dan beban dipunggung-pun seakan berlipat-lipat beratnya. Rasa dingin yang menyejukan pada awalnya sedikit demi sedikit menjadi ancaman sebenarnya, menekan perasaan hingga kesadaran yang dimiliki. Tak jarang ada yang bahkan tak kuat lagi dikepung rasa dingin, kesadaran bisa hilang dan kontrol tubuh tak bisa lagi dimiliki (hypothermia). Perbekalan dengan sendirinya terus berkurang di sepanjang perjalanan, semakin tinggi kebutuhan terhadap makanan ternyata semakin sedikit bekal yang ada. Rasa sesal tadi terlalu bernafsu menghabiskan bekal tiada berguna ketika itu. Yang ada hanyalah pikiran keputus-asaan yang mulai datang menggoda untuk merebut porsi harapan yang tersisa. 

Kafilah besar yang sedang menuju puncak ketinggian amat rawan perpecahan. Apalagi bila ada jarak yang terentang diantara peserta pendakian. Bagian demi bagian dalam perjalanan yang panjang disadari atau tidak, secara alamiah akan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kafilah. Pengelompokan ini, selain karena kedekatan tempat asal, bisa juga karena kesamaan kultur, kepentingan serta adanya kebutuhan yang sama. Seiring waktu, sejumlah perbedaan tersingkap dan terlihat semakin nyata. Yang tadinya beda persepsi dan sudut pandang bisa saja meningkat menjadi perbedaan pilihan strategi dan taktik yang dijalankan. Yang tadinya perbedaan karena masalah cara, bisa pula berubah karena kepentingan dan kebutuhannya yang merasa terusik dan dilanggar. Semakin rumit perbedaan, semakin terbuka perpecahan. 

Dalam kafilah perjalanan yang besar, biasanya terbagi dalam sejumlah bagian-bagian. Bagian terkecil adalah mereka yang di depan, berikutnya adalah mereka yang ada di tengah dan terakhir, dengan jumlah paling besar, justeru berada di bagian akhir dari deretan kafilah yang berjalan. Masing-masing bagian ini memang memiliki warna dan karakter tersendiri. Dan sengaja tidak sengaja, ada sejumlah pemimpin yang akan lahir dari setiap kelompok ini. Pemimpin-pemimpin ini sendiri ada yang memang diangkat pemimpin kafilah atau terbentuk secara alamiah di tengah-tengah perjalanan yang panjang. Yang susah justeru ketika para pemimpin alamiah ini yang lahir lebih banyak dan juga lebih menentukan dibanding  dengan yang sengaja dipilih dan diputuskan kafilah perjalanan. 

Kelompok orang-orang yang di depan adalah kelompok dengan jumlah paling sedikit. Mereka orang-orang pilihan dari sejumlah latar belakang. Biasanya mereka orang yang bergegas berjalan menerabas medan yang sulit, bahkan terjal. Mereka bukan saja harus terus maju ke depan, bahkan lebih dari itu mereka punya tugas memastikan jalan yang ditempuh benar dan aman. Benar artinya yakin jalan yang akan dilalui akan mengantarkan ke puncak ketinggian dan mengantarkan pada tujuan awal perjalanan yang dilakukan, sedangkan aman bermakna bisa dilalui dengan selamat hingga akhir perjalanan.

Orang-orang di depan bukan saja harus lebih banyak berkeringat, karena beban perjalanan dan tuntutan akan pastinya jalan yang akan di lalui. Mereka juga dengan sadar harus merelakan tubuhnya terluka hingga berdarah-darah terkena duri-duri pepohonan, pucuk-pucuk tajam ilalang hingga tergores batu-batu yang terjal disepanjang perjalanan. Mereka pun adalah orang-orang yang harus memiliki tenaga ekstra, karena mereka bukan hanya maju ke depan semata, mereka adalah pembuka jalan yang harus menerabas segala rintangan dan penghalang yang menutupi jalan. Tangan mereka tak hanya memegang perbekalan makanan dan minuman. Mereka-lah yang membawa parang dan sejumlah benda-benda  tajam untuk memberikan kepastian jejak perjalanan dan ketersediaan ruang yang cukup untuk bisa dilalui oleh orang-orang setelahnya.  Bagi orang-orang yang ada di barisan depan, masa depan bukan semata ia pikirkan untuk dirinya, melainkan juga untuk keseluruhan kafilah-nya yang akan terus secara bergelombang memasuki dan menapaki jalan-jalan baru yang senantiasa harus di buka dan dibuat. Sekali jalan ini terhenti atau buntu, maka tentu saja dampaknya bukan hanya orang-orang terdepan tak layak dipercaya, mereka juga akan dicatat sejarah sebagai orang-orang yang kalah.

Setelah orang-orang di depan, terdapat mereka yang ada di tengah kafilah. Mereka berada pada posisi  yang jauh lebih nyaman, tak terlalu mengalami kesusahan dan tak perlu berdarah terlalu banyak. Mereka dengan mudah melangkah, menghindari duri-duri dan ilalang, yang malah sebagiannya telah aman terpangkas. Mereka juga dengan leluasa menghindari genangan darah karena luka terbuka yang mungkin terjadi pada pendahulu mereka. Mereka tak melihat bahaya-bahaya yang mengancam dan datang mengganggu kafilah perjalanan. Mereka lebih banyak melihat punggung, kaki yang melangkah serta bagian belakang para pendahulu mereka. Karena yang terlihat bagian belakang, kadang mereka tak melihat luka-luka yang ada, atau darah yang merembes menembus pori-pori yang tersayat. Mereka maksimal hanya melihat lelehan keringat yang muncul di leher bagian belakang. 

Mereka terkondisikan terlindungi, sehingga tak memahami dengan baik apa sebenarnya yang terjadi di bagian depan kafilah yang berjalan. Yang sangat ironis, ketika terbentang jarak antara kelompok depan dengan bagian tengah kafilah. Semakin jauh jaraknya, bisa beresiko memunculkan sejumlah persepsi dan pemahaman yang berbeda. Bisa saja bagian tengah ini malah berbeda cara pandang. Ketika bagian kafilah depan suatu saat menghibur diri dengan sejumlah aktivitas untuk melepas kepenatan sambil mengatur ulang strategi yang dijalankan, justeru dipahami oleh yang ada di lini tengah sebagai sebuah selebrasi kemenangan. Mereka dengan tak memahami substansinya, bisa saja mengadakan sesuatu yang justeru bertolak belakang dengan apa yang terjadi di depan. Bisa saja jeda yang terjadi dianggap telah tercapainya tujuan perjalanan yang dilakukan. 

Kondisi berikutnya, justeru lain lagi. Mereka yang ada di lini belakang semakin rawan tertinggal atau memutuskan ikatan dengan kafilah yang terus berjalan. Karena ruang terbuka di belakang jauh lebih luas dan terbentang, maka orang-orang belakang lebih suka memalingkan muka menatap belakang dibanding hanya melihat punggung, kaki dan bagian belakang mereka yang ada di lini tengah. Mereka sudah tidak merasakan semangat yang kuat sebagaimana lini depan, pun mereka tak lagi melihat keringat yang membasahi punggung dan leher orang-orang yang ada di depannya. Karena memang lini tengah jauh lebih aman dan tak terlalu menguras tenaga, maka keringatpun hanya seadanya dan tak sedramatis mereka yang di depan. 

Bagi mereka yang banyak menyesaki barisan belakang, demikian besar godaanya. Satu sisi mereka merasa tak mungkin menyusul ke depan dan berperan laksana pahlawan. Sisi yang lain mereka menyadari mereka hanyalah pewaris, yang hanya meneruskan apa yang telah dilakukan. Menjadi pengikut bagi sebagian orang terkesan tak memberi kebanggaan dan kekuatan berprestasi. Maka wajar, di barisan belakang ini, bukan lagi satu atau dua orang yang tergoda, bisa saja jumlahnya jauh lebih besar dari itu. Dengan usia bergabung yang masih sangat sebentar, produktivitas dan kesempatan yang terbuka lebar, mereka menemukan banyak peluang pada sejumlah kafilah lain yang berada di bagian belakang mereka. Terbayang di sejumla benak mereka : “andai bisa berada di posisi depan, tentu bisa berbuat lebih banyak bagi masa depan”.

Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqarah(2):155). 

Batuampar sesaat sebelum fajar, 25 Februari 2011

Nana Sudiana

Nb : Untuk para pemimpin kami, tetaplah tegar dalam kesabaran.  

Kamis, 10 Februari 2011

ARTI LOGO & WARNA PKPU







Arti Logo PKPU
  • Logo PKPU menggambarkan simbol PKPU yang merepresentasikan soliditas, dinamis dan berorientasi pada kemajuan masa depan. Logo ini terdiri dari dua bagian yang menjelaskan tentang PKPU itu sendiri dan kata Lembaga Kemanusiaan Nasional yang menjelaskan bidang layanan PKPU.
  • Logo PKPU dengan menggunakan huruf kecil (lower case) menggambarkan kerendahan hati, keramahan & kehangatan dari setiap individu yang ada di PKPU.
  • Elemen sayap dalam logo PKPU merepresentasikan kecepatan layayanan PKPU.
  • Logo PKPU, terutama tulisan PKPU juga mengandung persfektif tiga dimensi. ini bermakna bahwa PKPU memiliki kesiapan bekerjasama secara luas dalam berbagai dimensi yang ada dengan pihak manapun.


Arti Warna logo PKPU
  • Penggunaan warna pada logo PKPU mengandung arti sebagai berikut :
          -  Biru melambangkan pelayanan publik 
          -    Merah melambangkan keberanian
  • Warna Biru yang digunakan dalam logo PKPU juga diharapkan memiliki makna ketenangan, kedamaian dan kepercayaan. Dalam konteks ketiganya diharapkan akan tumbuh juga sikap yang dinamis, penuh kreativitas, loyalitas serta idealisme dan keyakinan yang dalam. Dalam warna biru ini juga diharapkan menjadi simbol bagi tumbuhnya inspirasi untuk umat dan bangsa.
  • Secara keseluruhan, corporate logo PKPU ini berupaya mengkomunikasikan pesan kecepatan layanan, institusi yang kokoh & dinamis serta menampilkan citra sebuah lembaga yang mampu mengelola dana filantropi masyarakat dengan lebih  cepat dan lebih terarah dalam bingkai nilai-nilai budaya organisasi yang dimiliki PKPU yakni jujur, tanggungjawab, kerjasama, cepat dan peduli dalam membangun kemandirian serta dalam menebar kepedulian untuk kepentingan umat dan bangsa.

11 Tahun PKPU ; Sinergi & Mengabdi

Perjalanan PKPU tak terasa kini sampai di usianya yang ke 11 tahun, tepatnya kemarin pada tanggal 11 Desember 2010. Di usia ini, tentu saja perjalanan yang telah di tempuh PKPU bukan perjalanan yang sebentar. Ada serangkaian peristiwa yang mengiringi perjalanan ini, baik peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang menyedihkan. 

Walaupun tidak ada tumpengan, atau seremonial acara untuk memperingati usianya yang ke-11 tahun ini, kita semua tentu saja sangat berkeinginan agar PKPU terus tumbuh dan berkembang lebih baik. Saat yang sama, kita juga berarap PKPU mampu memberikan dampak positif bagi anak bangsa, terutama dalam perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat. 

Dalam moment memasuki usia sebelas tahun ini PKPU memberikan sebuah penanda atas perjalanan ini. Hal ini tidak lain sebagai sebuah moment penting terhadap sejarah perjalanan lembaga ini. Dalam moment ini PKPU mencanangkan tagline-nya di tahun kesebelas ini dengan dua kata singkat : “Sinergi dan Mengabdi”.

Kata “Sinergi” bila kita cermati, ternyata maknanya jauh lebih dalam dibandingkan kata “kerjasama”. Kata “Sinergi” juga bukan sebuah hal tiba-tiba secara selintas munculnya. Walau terkesan sederhana, menemukan esensi sinergi dalam makna perjalanan sebelas tahun PKPU bukanlah asal-asalan. Proses sinergi ini, yang diharapkan menjadi semacam ruh bagi bekal organisasi PKPU dalam memasuki dasa warsa kedua usia lembaganya.

Bila kita flashback melihat perjalanan PKPU, dulu kata kunci yang sering menginspirasi organisasi ini adalah kata “peduli”. Apapun moment dan kesempatan yang ada, kita secara terus menerus memaknai proses yang terjadi, baik internal maupun eksternal dengan kata “peduli’. Seiring perjalanan waktu, ternyata  peduli saja tidak cukup. Solusi atas sejumlah persoalan masyarakat dan juga keumatan serta bangsa tidak cukup dengan hanya membangun kepedulian. Masyarakat butuh lebih dari sekedar peduli. Sementara secara internal, dengan semakin luasnya jejaring serta rentang organisasi PKPU, kita juga membutuhkan satu kesatuan langkah dalam membantu proses pencarian solusi atas sejumlah persoalan yang terjadi. 

Salah satu contoh yang amat transparan adalah bila kita mencermati kasus aktivitas PKPU di Merapi. Di tengah amat minimnya publikasi (iklan atau promosi) yang PKPU lakukan, ternyata PKPU cukup leading di dalam penanganan kasus bencana erupsi Merapi. Bukan saja informasi yang demikian banyak masuk ke sejumlah media lokal maupun nasional, bahkan brand PKPU-pun dengan amat leluasa memenuhi sejumlah headline media nasional. Ini semua tanpa biaya, tanpa ada rekayasa media. Dari peristiwa ini, dapat kita jadikan sebuah pelajaran yang amat penting, bahwa ternyata hal itu tidak bisa tiba-tiba terjadi. Peristiwa tadi, tidak lain bermula dari kedekatan, yang selanjutnya melahirkan sinergi antara PKPU (dalam hal ini direpresentasikan oleh relawan kita di lapangan) dengan sejumlah pihak yang menjadi garda depan penanganan bencana seperti BMG, Badan Pusat kegunungapian, Kopasus, Brimob serta sejumlah elemen utama masyarakat yang ada di sekitar lokasi posko PKPU selama menangani kesulitan warga lereng Merapi. Kita menyadari tanpa adanya sinergi yang baik, sulit rasanya PKPU bisa menempati posisi tadi. 

Dari kasus di Merapi inilah, kita bisa berkaca dan sekaligus belajar banyak. Saat yang sama, kita juga bersyukur, bahwa momentum Merapi laksana momentum emas bagi PKPU sebagai sebuah organisasi.  Dengan peristiwa ini PKPU berkeyakinan bahwa Allah memang memberikan kesempatan pada organisasi ini untuk terus memperbaiki langkah dan meningkatkan apa yang telah ada selama ini. Dengan hikmah yang ada di Merapi pula, PKPU ke depan harus bisa bersinergi dengan sebanyak mungkin kalangan. Ini bukan saja akan membangun networking yang luas, namun lebih pada keinginan besar untuk bisa meningkatkan kemanfaatan bagi umat dan bangsa. Dengan bersinergi, sejumlah persoalan akibat adanya kekurangan dan keterbatasan bisa saling tertutupi. Dengan sinergi, beban persoalan umat akan lebih mudah dihadapi. 

Bagian kedua dari tagline PKPU di usianya yang kesebelas ini adalah kata : “mengabdi”. Kata ini walau amat sederhana, ternyata mengandung makna yang juga dalam. Kata “mengabdi” berasal kata dasar “abdi”, yang berarti “penghambaan”. Kata ini seakan inline dengan kata “sinergi” sebelumnya yang bermakna menyatukan kapasitas diri. Kata “mengabdi” juga menjadi sebuah kata kunci yang amat penting dalam membangun langkah sinergi. Tak akan mungkin seseorang atau sebuah lembaga berperan di tengah problema yang ada jika tanpa memiliki nilai dan dasar pengabdian. Mengabdi menjadi landasan dari seluruh rangkaian kerja-kerja yang dilakukan PKPU sesulit apapun. Dengan dasar pengabdian, akan memunculkan loyalitas dan cinta dalam melakukan apa saja kerja-kerja di lapangan dalam mencapai visi, misi serta tujuan lembaga.

Dengan dasar pengabdian, sinergi yang terus akan di dorong akan semakin kokoh dan kuat. Selain itu, sinergi yang didirikan di atas pondasi pengabdian akan melahirkan sikap yang tawadhu, tanpa saling menonjolkan diri atau merasa lebih hebat satu dengan yang lain. Dengan sinergi yang dilandasi pengabdian pula, ketahanan terhadap tekanan masalah yang muncul akan semakin tinggi. 

Kenapa juga kata mengabdi ini perlu kita tekankan, tidak lain dan tidak bukan untuk mengingatkan pada kita semua bahwa dengan dasar pengabdian yag tertanam kuat dalam diri masing-masing SDM yang ada di PKPU, kita akan mampu mengawal perkembangan dan pertumbuhan lembaga PKPU.

Perlu kita sadari bersama, bahwa pertumbuhan dan perkembangan PKPU kini amat luar biasa. Di banding di fase awal lembaga, yang hanya diisi beberapa orang saja, saat ini PKPU sudah memiliki lebih 400 orang karyawan. Di luar itu, lembaga ini juga ternyata memiliki lebih dari 2500 relawan yang tersebar dari Aceh hingga maluku. Belum lagi asset lembaga, kini yang terjadi bukan lagi sulit memiliki kendaraan, yang ada malah di kantor PKPU, kini sulit justeru untuk parkir. Ini menunjukan secara volume PKPU terus tumbuh.

Dalam perkembangannya, kita juga harus mulai berpikir panjang. Bahwa perkembangan Lembaga ini haruslah tetap seiring dengan perkembangan mentalitas serta nilai-nilai esensin yang ada di seluruh jajaran SDM-nya. Jangan sampai pertumbuhan lembaga yang terjadi, justeru mengubah kultur dan perilaku SDM yang ada di dalam organisasi PKPU. Jangan sampai pula secara internal PKPU malah mengalami perubahan orientasi dan tujuan esensi lembaga ini.

Dengan menyandingkan Sinergi-Mengabdi, kita semua ingin agar PKPU terus berkembang lebih baik dan mampu mewujudkan dua dimensi sekaligus. Dimensi keduniawi-an, dan dimensi akhirat. Dua-duanya kita akan jadikan sebagai landasan dari seluruh dinamika dan proses internal yang terjadi di PKPU. Akan percuma rasanya, bila kebesaran dan peningkatan PKPU justeru menjauhkan semangan pengabdian pada-Nya. PKPU lahir, besar dan akan terus meningkat besar dengan secara seimbang dan proporsional di tengah kesediaan untuk bersinergi dan berlandaskan semangat pengabdian.

Bila Sinergi-Mengabdi ini benar-benar mampu ter-implementasi dengan baik, bukan tidak mungkin keberkahan Allah dan sekaligus kemudahan dalam menjalani seluruh aktivitas di PKPU akan terwujud. Dengan seimbangnya dua hal tadi, mudah-mudahan pula segala rintangan dan kesulitan justeru menjadi tantangan untuk dilewati. 

Dengan kekuataan penghambaan yang ikhlas, diharapkan kita mampu mengasah pribadi-pribadi yang ada di PKPU sebagai pribadi yang unggul dalam menopang daya dukung serta kemajuan PKPU di masa yang akan datang. Dengan semangat pengabdian yang kuat, kita akan terus mendorong lembaga ini tumbuh secara baik. Saat yang sama, kita juga harus terus memupuk semangat pengabdian ini secara terus menerus. Kita harus yakin bahwa ketika kita mengabdi pada Allah Yang Maha Pengasih, maka pasti kita akan di kasih. Ketika kita meminta pada Allah Yang Maha Pemberi, kita pasti akan diberi oleh-Nya.

Dari uraian tadi, ketika kita baru saja akan memulai hal tersebut, ternyata Allah SWT menguji kita dengan sebuah busyro (kabar gembira). Allah memberikan peluang besar pada PKPU lewat perantaraan seorang calon donatur yang akan mempercayakan dananya sejumlah 250 juta US Dollar. Dan yang luar biasanya, ternyata calon donatur kita ini, mengaku telah mengamati PKPU selama 5 tahun. Ia dengan sejumlah aktivitas PKPU telah cukup yakin bahwa PKPU akan mampu menjaga amanah dan kepercayaan yang dibebankan padanya.

Ke depan sejumlah rencana sedang disiapkan, salah satu yang sedang disiapkan adalah pembangunan sebuah RS atau medical center yang mampu diakses dengan mudah oleh para dhua’afa yang membutuhkan. Walau pada awalnya kita secara organisasi kurang percaya bagaimana bisa mendapatkan angka 2,5 Triliun.

Mudah-mudahan ini semua menjadi bagian dari tanda-tanda bagaimana Allah pada akhirnya membalas kerja keras, kesungguhan serta kesabaran kita. Insyaallah dengan “sinergi-mengabdi”  yang kita bangun, Allah akan tingkatkan rasa persaudaraan diantara kita. Saat yang sama kita berdo’a pada Allah SWT, agar seiring semangat sinergi-mengabdi yang kita akan lakukan, Allah juga menghilangkan ghill di dada kita, sehingga seluruh himpunan potensi sumberdaya dan sumberdana kita mampu menjadi sebuah bangunan amal terbaik bagi kita semua. Dan di akhirat nanti, saat semua bersaksi di hadapan-Nya, mudah-mudahan makhluk dan benda ciptaan Alllah yang selama ini kita kelola di PKPU akan menjadi saksi yang meringankan, bahkan membantu kita menggapai kenikmatan surga-Nya. Amien.

(Tulisan ini ditulis oleh Nana Sudiana dari Pemaparan secara lisan Pa Agung Notowiguno (dirut PKPU) & Pa Wildhan Dewayana (Direktur Penghimpunan PKPU) di rangkaian acara Salam Pagi, Senin, 13 Desember 2010 di Ruang Salam Pagi Kantor PKPU Pusat di Condet, Jakarta Timur).