Kamis, 10 Februari 2011

Kompas Kehidupan Vs Kepasrahan



Bila suatu ketika anda sedang dalam perjalanan dengan mobil anda, dan saat mobil melalui jalan menurun, tiba-tiba rem mobil tidak bisa dikendalikan. Sekonyong-konyong mobil anda meluncur bersama Anda. Apa yang akan anda pilih saat itu?

Berdiam diri dan pasrah, hingga mobil anda terguling bersama anda di dalamnya. Atau anda memilih melompat keluar mobil dengan resiko anda membentur aspal atau pembatas jalan?. Kedua pilihan ini memang memiliki sama-sama memiliki resiko. Resiko semakin besar manakala mobil yang anda kendarai semakin besar dan semakin banyak jumlah penumpangnya. Kalau hanya sendiri, barangkali begitu buka pintu mobil, anda bisa langsung melompat, berbeda saat ada anak isteri anda atau orang lain yang ada dalam mobil. Persoalan ini menjadi semakin pelik  manakala kecuraman jalan semakin tajam serta kepadatan jalan yang dilalui semakin tinggi.

Kalau mobil yang meluncur tadi kita ibaratkan sebuah organisasi, terlihat betapa organisasi yang sedang jatuh-pun ternyata tidak lepas di dera masalah. Kondisinya malah cenderung jauh lebih sulit dan kompleks. Masalah yang ada bukan hanya melibatkan tata aturan penyelesaian organisasi yang baik, namun juga sudah melibatkan aspek emosi dan perasaan. Maka wajar, umumnya di tengah-tengah organisasi yang sedang mengalami banyak masalah, saling ketidakpercayaan merebak luas. Di luar itu muncul dan berkembang pula sensitivitas konflik yang tinggi. Maka wajar di sejumlah akhir dari kebangkrutan corporate atau sebuah organissai, kadang berbuntut konflik terbuka hingga kerusuhan.

Hidup manusia, bila kita cermati lebih dalam, sesungguhnya telah memiliki kebaikan dalam dirinya. Kebaikan ini muncul baik ia secara sendirian maupun saat ia berada dalam sebuah organisasi. Dan nilai-nilai kebaikan ini melekat sejak alam rahim sampai manusia mati. Nilai-nilai dasar inilah yang di-instal Allah sebagai bagian dari sifat-sifat serta nama-nama Allah (asmaul husna) yang Mulia. Nilai-nilai ini laksana kompas bagi kehidupan manusia. Ia melekat erat dibagian terdalam seorang manusia, yakni perasaan. Kemanapun manusia pergi, dimanapun dan dalam kondisi apapun nilai-nilai dasar kebaikan laksana kompas kehidupan seorang manusia. Ia akan memandu setiap langkah dan aktivitas apa saja yang dilakukan, bahkan tidak hanya saat manusia berada dalam kondisi sadar. Kompas kehidupan ini juga muncul bahkan hingga alam mimpi hingga dunia bawah sadar seseorang.

Dengan kompas kehidupan yang secara fitrah adalah suci dan cenderung selalu pada kebaikan, seharusnya kita akan terhindar dari keraguan yang bisa menyesatkan arah langkah yang kita tempuh. Dan kompas ini sendiri memang bukan barang mati, ia akan secara dinamis bergerak dipengaruhi logoka, pikiran dan perasaan yang ada dalam diri seseorang. Kompas kehidupan ini sendiri akan sangat efektif bila bisa bersanding dengan “petunjuk pemakaian” yang paling tepat, yakni Al Qur’an dan Sunnah. Dengan mensinkronkan kompas kehidupan kita dengan “buku petunjuk” yang ada, maka dipastikan bukan hanya kita akan terhindah dari ketersesatan, kita juga pasti akan lebih tenang menuju arah kehidupan. Semakin kita memahami kompas kehidupan dan penuntundari-Nya, kita juga akan terhindah dari dua sikap sekaligus, yakni ketergesaan dan kepasrahan berlebihan akan nasib dan suratan diri.

Kepasrahan memang dalam kadar tertentu akan membantu mengurangi tekanan jiwa. Melupakan seluruh gejolak dan meredam ambisi. Namun kepasrahan yang taidak terukur dan dalam kadar yang berlebihan dapat mendorong kita jurang pesimisme. Bila itu terjadi, semangat bergerak, bertindak terbaik bagi umat dan bangsa serta berani menghadapi resiko dan kegagalan akan sulit untuk bisa tumbuh dan berkembang. Dengan kepasrahan yang berlebihan, bisa jadi kita hanya akan menjadi orang yang dengan enteng menyikapi segala sesuatu dengan konsepsi  nrimo ing pandum” (menerima apapun yang terjadi). Semangat ini bukan salah, namun dalam konteks kompetisi organisasi bukan termasuk karakter pemenang. Konsep tadi, hanya akan membawa roda organisasi tidak bergerak. Hanya akan tetap dalam kondisi yang sama bertahun-tahun kemudian.

Bila kepasrahan benar-benar menghinggapi sebagian, bahkan mayoritas karyawan sebuah corporate atau organisasi, dipastikan secara perlahan akan terjadi internal decay (pembusukan  dari dalam). Motivasi orang yang ada akan sangat rendah karena tidak dimilikinya tantangan di masa yang akan datang. Kondisi ini selain akan membusukan secara perlahan seluruh sendi-sendi organisasi, ia juga saat yang sama akan menumbuhkan rasa bosan dan jenuh. Orang-orang bekerja tanpa gairah menatap masa depan. Dan yakinlah, bila ini terjadi, orang-orang terbaik yang dimiliki secara perlahan akan hengkang dan berpamitan pergi, satu demi satu. Bagi yang berpikir cerdas, apa enaknya bergabung dengan sebuah coropate atau organisasi yang hidupnya laksana zombie,  berjalan dan bergerak tanpa hati.     

Jadi dengan kompas kehidupan yang terasah dan terus diperbaiki, kita laksana memiliki radar secara otomatis. Implikasinya nkemudian, radar ini akan memilah dalam setiap kesempatan, mana yang mmemilki frekuensi yang sama dengan kita dan mana yang tidak. Radar ini juga akan sedikit banyak mempertemukan kita dengan yang paling sesuai dengan organisasi kita saat kita sedang melakukan rekrutmen karyawan baru. Orang boleh jadi cukup cerdas secara akademis, namun belum tentu akan sesuai untuk membantu organisasi kita saat ini. Dengan “daya pancar” kompas kebaikan yang terjaga, kita dengan mudah pula akan langsung conecting dengan sejumlah pihak dan mitra saat kita akan membuka atau merawat jejaring serta kemitraan lembaga.

Dengan kompas kebaikan yang terus terpelihara dengan baik, lewat amalan-amalan yaumiyah kita, maka bisa jadi konsultan yang kita sewa kemudian akan tercengang. Bisa jadi pemikiran, ide dan gagasan kita jauh melampaui apa yang dibayangkan oleh orang lain di sekitar kita. Ini sekali lagi bukan masalah keajaiban, namun masalah kedekatan. Siapa yang lebih dekat dengan pemilik kompas kehidupan, ia layak mendapatkan kompensasi yang nyata dan pasti. Baik saat hidup (di dunia) bahkan saat ia berada di alam kematian (alam kubur dan akhirat). Bukankah Allah SWT, selaku pemilik kompas kehidupan ini bersabda : “ Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridaan Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allahn beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS Al-‘Ankabut (29) : 69).

Wallahu’alam bishowwab.

Condet, Menjelang fajar
Jum’at, 14 Januari 2011


Nana Sudiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar